Pendiri rumah demokrasi Ramdansyah |
Jakarta, TWEETUP.ID - Apapun Sistem Pemilu, Partai Politik (Parpol) Harus Semakin Demokratis. Pendiri rumah demokrasi Ramdansyah mengatakan hal tersebut di atas dalam wawancaranya dengan radio Elshinta Kamis 15 Juni 2023.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap sistem pemilihan umum (pemilu). Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.
"Apapun sistem pemilunya saya berharap, kualitas pemilu dan partisipasi pemilih semakin banyak, kemudian juga semakin memperkuat dan mendemokrasikan partai politik," katanya.
Dengan putusan MK ini Rumah Demokrasi mengharapkan partai politik di Senayan semakin bersikap demokratis. Upaya mengintimidasi dan menyandera MK agar memutus sesuai dengan harapan dan keinginan partai-partai politik tidak menunjukkan sikap demokratis. Padahal MK memiliki kemampuan untuk menggunakan sikap skeptis terhadap segala opini yang dibangun publik, termasuk yang dibangun oleh partai politik.
Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu DKI Jakarta merespon penolakan MK terkait permohonan pengujian UU No. 7 Tahun 2017 oleh MK terkait sistem Pemilu tertutup.
Ada kelebihan dan kekurangan sistem proporsional tertutup, dan ada juga kelebihan dan kekurangan sistem proporsional berbuka dan MK - dengan keraguan metodis ala Rene Descartes -berusaha menegasikan semua pendapat dan membangun kembali konstruksi hukum yang tepat. Para hakim MK menyadari perubahan sistem Pemilu drastis di Pemilu 2024 berpotensi menimbulkan kegaduhan. Jelas Ramdansyah yang memiliki home base mengajar di STISIPPB Soppeng.
“MK harus menjadi The Guardian of The Constitution” tegas Ramdansyah. MK menjamin hak -hak konstitusional warganegara. Ia tidak boleh disandera oleh lembaga negara, partai politik ataupun kepentingan lain seperti kelompok elit tertentu. “Komitmen MK terhadap UUD 1945 sebagai pembatasan kekuasaan yang ada dalam negara dan jaminan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional untuk menguji UU akan memperjelas jalan konstisionalisme di Indonesia”.
"Tidak boleh melarang mereka yang terlanggar hak konstitusinya untuk pergi ke MK,” merespon penanya yang meminta MK agar menolak pengujian UU yang hanya membuat gaduh berlangsungnya Pemilu. Meskipun demikian Ramdansyah mengharapkan MK jangan sampai memutuskan perkara penting seperti ini di tengah perhelatan demokrasi.
“Seharusnya MK sudah memutus di awal sebelum perhelatan Pesta Demokrasi dimulai” tegas Ramdansyah.
Ia merujuk pada perkara uji materi yang diajukannya di MK No. 31/PUU-XI/2013. Diterima Panitera MK pada tanggal 4 Maret 2013 dan diputuskan lebih dari 1 tahun kemudian, yakni tanggal 3 April 2014.”
Ramdansyah mengakui salah satu kekurangan sistem proporsional terbuka adalah kampanyenya ruang publik yang cenderung merusak.
"Lingkungan berpotensi rusak karena banyak spanduk, alat peraga kampanye, kemudian barang-barang tersebut berakhir menjadi sampah di lingkungan kita, kenapa sih tidak cari solusi," ungkapnya.
Solusi yang ditawarkan Ramdansyah terkait hal ini, memang sesuai dengan zamannya. Terlebih sekarang eranya digitalisasi. Kenapa juga tidak memanfaatkan sistem digital dalam berkampanye, kampanye berbasis big data.
"Kita semua sekarang pasti pegang HP, kita nonton youtube, kemudian punya media sosial, WA, IG, segala macam kenapa tidak kemudian memanfaatkan kampanye digital, big data menjadi bagian yang penting," ujarnya.
Kampanye konvensional perlu dikurangi dan titik berat kampanye Caleg adalah media sosial. KPU memiliki sejumlah sistem informasi manajemen Pemilu. Ramdansyah mencontohkan KPU memiliki Sipol (sistem informasi partai politik), Sidapil (sistem informasi daerah pemilih), Sidalih (sistem informasi daftar pemilih), Silon (sistem informasi pencalonan), Silogdis (sistem informasi logistik dan distribusi), Situng (sistem informasi penghitungan suara) dan lainnya.
“Bawaslu juga memiliki sistem informasi pengawasan digital”. tambah Ramdansyah. Hal ini perlu diimbangi oleh para Caleg yang berkompetisi dalam Sistem Proporsional Terbuka. "Kenapa Bacaleg (bakal calon anggota legislatif) yang nantinya akan jadi Caleg (calon legislatif) tidak melakukan hal yang sama untuk berkampanye sekarang ini," katanya.
Pemanfaatan Big Data berbasis internet oleh Bacaleg atau Caleg dapat membaca dan memprediksi keinginan masyarakat lalu menawarkan program via internet. Citra diri seperti disebutkan dalam Perppu No. 1 tahun 2022 tentang Perubahan UU Pemilu ditawarkan dengan menyampaikan solusi dan program yang terbaik untuk masyarakat. Internet menjadi beauty contest bagi para Caleg. Program yang terbaiklah yang tentunya akan didukung masyarakat.
“Kampanye yang mengutamakan internet berpotensi meminimalisir adanya politik uang. Literasi digital yang sudah tumbuh di masyarakat harus dimanfaatkan secara optimal oleh Caleg.” di akhir perbincangan. @achries