TWEETUP.ID, Jakarta - Setidaknya harus punya 4 modal utama jika perempuan ingin turun ke panggung Politik. Ke empat modal ini akan saling melengkapi satu sama lain sehingga keterwakilan perempuan di lembaga politik seperti DPR maupun DPRD bisa terpenuhi.
Pendiri Rumah Demokrasi Ramdansyah mengatakan hal tersebut di atas saat Webinar: Peningkatan Kapasitas Perempuan di Lembaga Politik dalam Rangka Kesetaraan Gender yang digelar Kesbangpol Jakarta Utara, Senin (19/6/2023).
“Perempuan itu harus punya Kapital yakni modal ekonomi, ini penting, mereka harus punya uang. Lantas kedua adalah modal sosial, dan ini terkait jaringan, itu juga harus dibangun. Kemudian modal budaya, modal budaya itu adalah atribut yang melekat pada dirinya dan keempat modal simbolik yang terkait dengan trofi, gelar, publikasi, reputasi dan lain sebagainya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Undang-undang mengamanatkan kuota keterwakilan perempuan itu sebesar 30 persen di kepengurusan partai politik ataupun daftar caleg untuk pemilu. Fakyanya caleg perempuan yang lolos ke parlemen masih jauh di bawah 30 persen. Bahkan, kata Ramdan, berdasarkan pengamatannya, untuk memenuhi kuota dalam kepengurusan sebuah Parpol, istri dan anak perempuan dimasukkan. Artinya, betapa sulitnya untuk memenuhi kuota 30 persen itu.
"Penyusunan kepengerusan biasanya terjadi last minute, isti dan anak perempuannya dijadikan pengurus," papar Ramdan yang juga akedemisi dari STISIPPB Sopeng.
Lantas, dia juga mengambil contoh di Sumatera Barat, yang menurut anggapan sebagian orang sebagai daerah yang perempuannya lebih 'maju' jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Masih kurang 30 persen. Meski sudah mencoba memenuhi kuota keterwakilan perempuan namun realitasnya jauh dari harapan. " Kuota sebanyak 30 persen sudah dilakukan. Realitasnya yang masih jauh,” ujar mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta ini.
Hal ini harus menjadi catatan tersendiri terutama buat partai politik dengan cara lebih mengoptimalkan pendidikan politik kepada kaum perempuan.
"Organisasi perempuan banyak. Perlu sinergi. Sebab sinergisitas di lapangan kurang optimal. Kalau penguatan kapasitas tidak dilakukan oleh Kesbangpol dan parpol, keterwakilan perempuan sulit terpenuhi,” sambung Ramdansyah.
Misalnya, kata dia, sebagai Ketua Yayasan Al Mukarromah Koja Jakarta Utara pihaknya selalu bersinergi dengan majelis taklim untuk kegiatan-kegiatan sosial sebagai upaya untuk memperkuat jaringan, kolaborasi dan sinergi.
Sinergisitas dan kolaborasi dalam sebuah kegiatan. Apalagi untuk sebuah kegiatan politik itu sangat penting.
Susy Setyawati, Tenaga Teknis Ahli Bidang SDM Provinsi DKI Jakarta menerangkan betapa pentingnya partai politik dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat.
Sebagai partisan atau pun anggota sebuah partau politik , kita harus mengingatkan berapa pentingnya pendidikan politik itu bagi kaum perempuan. Sehingga perempuan tak hanya berkutat dalam perkara sumur, dapur dan kasur. Kemudian yang tak kalah pentingya, seberapa jauh kegiatan pendidikan politik itu terintegrasi dengan Kesbangpol.
“Jadi pendidikan politik itu datangnya dari parpol itu sendiri. Parpol harus mampu bersinergi, berkolaborasi. Kegiatannya harus kolaboratif, perempuan harus cari tahu,” ujarnya.
Sosialisasi politik Itu juga tugas parpol. Bagaimana menjadi leading sektornya. "Punya ide segudang tapi kalau tidak ada wadah yang menunjang dalam hal ini parpol, itu jadi sulit dilakukan,” paparnya.
Sedangkan Drs Dermawan MSi Asisten Deputi PUG Bidang Politik dan Hukum Kementrian KPPPA menambahkan peran perempuan dalam rangka pembangunan politik dan demokrasi masih menemui sejumlah hambatan menyangkut Stereotipe, yakni pandangan negatif yang merendahkan perempuan; Marginalisasi yakni sebuah proses penyingkiran kepentingan, hak dan kewajiban serta aspirasi berdasarkan jenis kelamin yang berlangsung secara sistimatis dalam memperoleh manfaat dan kesejahteraan. Kemudian Subordinasi yakni sebuah pola relasi yang hirarkis, dan juga beban Ganda yaitu membiarkan salah satu jenis kelamin (perempuan) dalam menanggung aktifitas domestik. "Juga Kekerasan terhadap fisik termasuk pelecehan seksual dan kekerasan pskilogis adalah hambatan dalam meningkatan peran perempuan dalam pembanguan politik dan demokrasi," tandasnya. @achries