• Jelajahi

    Copyright © tweetup.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Recent Posts

    Calon DKPP Usulan DPR Harus clear, Tidak Tersandra Pihak Tertentu Akibat Tabungan Dosa Masa Lalu

    TWEETUP
    Senin, 13 Juni 2022, 9:48 AM WIB Last Updated 2022-06-13T02:48:25Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Pengamat Pemilu Ramdansyah


    TWEETUP.ID - DPR RI tidak juga, kirim usulan nama calon anggota DKPP 2023-2027, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bertindak, terbitkan Keppres memperpanjang masa tugas 5 anggota DKPP sebelumnya, hingga 3 bulan ke depan.


    Info yang didapat, DPR RI siang ini (Senin 13 Juni 2022), akan mengusulkan 3 nama calon anggota DKPP periode 2023-2027 ke Presiden. Dua nama lainnya usulan Pemerintah.


    Pengamat Pemilu Ramdansyah tekankan sikap berhati-hati harus diutamakan dalam mengusulkan calon anggota DKPP. Jangan memilih calon yang pernah mendapatkan sanksi dari DKPP adalah prioritas.


    "Integritas harus dikedepankan sebelum kapasitas dan kapabilitas calon. DPR RI dan Pemerintah harus memastikan bahwa mereka yang tidak pernah kena sangsi DKPP dan kasus hukum, sehingga menjalani pidana penjara," tegasnya.


    Selain itu, "tabungan dosa" calon anggota DKPP itu juga harus dibuka, sebab mereka tdk boleh tersandera oleh pihak tertentu akibat dosa masa lalu. 


    "Jika dosa masa lalu mereka terbuka dengan jelas dan tetap dipilih jadi anggota DKPP berarti tekanan terhadap dosa masa lalu mereka bisa berkurang," katanya.


    "Dosa masa lalu yang tidak terekspose bisa menjadi senjata mematikan buat anggota DKPP pada suatu saat nanti," tambahnya.


    Ramdansyah yang juga pimpinan Rumah Demokrasi melihat anggota periode DKPP awal yang dipimpin oleh Prof Dr. Jimly Asshiddiqie cukup berintegritas, karena pengetahuan luas dari Ketua dan Anggota DKPP. 

    "Sayangnya, lembaga ini berubah menjadi superbody," katanya. 


    Mantan Ketua Panwaslu DKI ini melihat fenomena superbody DKPP karena Undang-Undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu memuat frasa multi interpretasi bahwa “putusan DKPP bersifat final dan mengikat”. 


    Frasa ini menjadikan DKPP serasa “saudara kembar” dari Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, MK adalah lembaga peradilan yang memiliki kewenangan atribusi yang diberikan oleh UUD 1945 (Pasal 24C ayat 1). 


    MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945 dan DKPP ingin seperti MK. Padahal DKPP tidak masuk dalam lembaga kekuasaan kehakiman manapun. 


    Sebagai contoh, Pilkada Kota Tangerang pernah diintervensi oleh DKPP di tahun 2013. DKPP mengalahkan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Provinsi Banten. 


    DKPP melakukan pemulihan hak konstitusional pasangan calon R. Wismansyah-Sachrudin. Padahal, Majelis Hakim PTUN Serang tengah memeriksa, mengadilan dan memutus perkara No. 23/G/2013/PTUN-SRG. 


    Contoh lain terkait tahapan Pemilu 2014. Putusan DKPP Nomor : 23-25/DKPPPKE-I/2012 yang memutuskan agar KPU mengikutsertakan 18 partai politik yang tidak lolos verifikasi administrasi untuk diberi kesempatan mengikuti verifikasi faktual untuk  Pemilu 2014 menunjukan lembaga ini sebagai superbody. 


    Nantinya, DKPP bisa saja menghidupkan kewenangan untuk mengintervensi tahapan Pemilu yang sudah ditetapkan oleh KPU RI untuk Pemilu 2024. 


    Rumah Demokrasi menganggap bahwa DKPP bisa saja  menjadi “superbody” kembali, meskipun langkah ini terhenti dengan Putusan (MK) Nomor 31/PUU-XI/2013 yang diuji oleh Ramdansyah dari Rumah Demokrasi. 

    Putusan MK membatalkan Pasal 112 ayat 12 UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. 


    Berdasarkan putusan MK tersebut, maka rekomendasi final dari DKPP yang bersifat final dan mengikat, tidak dapat memaksa lembaga penyelenggara kekuasaan negara lain, selain penyelenggara Pemilu dan Presiden. 

    Putusan MK No. 31/PUU-XI/2013 diperkuat kembali dengan Putusan MK No. 32/PUU-XIX/2021 yang diuji kembali oleh mantan Ketua KPU Arief Budiman dan anggota KPU Evi  Novida  Ginting  Manik tanggal 29 Maret 2022 lalu. 


    Rumah Demokrasi mengharapkan calon anggota DKPP yang memiliki integritas setelah Keppres No. 63/P Tahun 2022  berakhir 3 bulan kedepan. Ia tidak memiliki cacat pernah diberikan sangsi oleh DKPP itu sendiri atau pidana penjara. 


    Harapan lainnya adalah Presiden RI dan DPR RI dapat mengusulkan mereka yang dapat menjaga marwah sebagai lembaga etika yang tidak melampaui kewenangannya. 


    Pemerintah dan DPR RI berhak menentukan sendiri nama-nama yang memiliki kredibilitas dan integritas sebagai penjaga kode etik Pemilu nantinya. 


    Tidak perlu lagi Keppres untuk perpanjangan masa tugas, tetapi terpilih anggota DKPP 2022-2027 sebelum tengat Keppres No. 63/P/2022. 


    Terpilihnya anggota DKPP periode selanjutnya tentunya dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemilu 2024. ***

    ariesmen


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    -->