masukkan script iklan disini
TWEETUP.ID - Pengamat Hukum tentang Merek, Ramdansyah mengapresiasi razia merek yang saat ini tengah gencar dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa.
"Sosialisasi sudah, jadi sudah pada tempatnya kalau sekarang DJKI Kemenkumham melakukan penindakan atas pelanggaran merek," katanya saat dihubungi redaksi, Kamis (19/3/2020).
Ramdansyah menjelaskan dengan razia akan timbul efek jera (deterrent effect) kepada para pelaku, pedagang maupun pengguna merek tiruan.
"Sosialisasi itu memang perlu ada tindak lanjutnya, agar timbul kesadaran untuk tidak lagi menggunakan merek tiruan," katanya.
Ramdansyah menjelaskan, pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2.
Sebab berdasarkan UU 20/2016 ayat 1 tersebut, tersangka pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
Sebagaimana diketahui, Selasa 17 Maret 2020 DJKI Kemenkumham melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa melakukan razia pelanggaran merek di unit pertokoan Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat.
Tim yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa datang dan menggeledah toko yang diduga telah melanggar merek ALHARAMAIN-VIET.
“Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan telah melakukan penindakan terhadap beberapa lokasi toko di wilayah Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, sehubungan dengan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana merek,” kata Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan DJKI Kemenkumham Dr. Ronald Lumbuun.
Sebagai barang bukti PPNS DJKI Kemenkumham, menyita sejumlah baju gamis atau baju muslim, buku keuangan, nota pembelian, kartu nama dan label baju merek toko, dan tas belanja.
PPNS sudah memastikan bahwa penindakan ini telah memenuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ronald Lumbuun mengungkapkan, penindakan pelanggaran merek dilakukan setelah adanya pengaduan dari pemilik hak merek kepada DJKI pada Agustus 2019.
“Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku dan SOP pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, maka sebelum dilakukannya penindakan ini telah terlebih dahulu dilakukan beberapa giat, yaitu: setelah menerima pengaduan dari pemegang hak merek, maka kami meminta keterangan terhadap ahli dan pelapor” ungkapnya.
Disamping itu PPNS DJKI juga sudah melakukan penyelidikan. Ronald Lumbuun menjelaskan untuk melihat bahwa peristiwa tersebut dapat dilanjutkan, diproses sesuai hukum acara yang berlaku.
Kemudian setelah itu, PPNS menggelar forum gelar perkara menyimpulkan bahwa pengaduan atas hak merek tersebut layak ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Selanjutnya, PPNS DJKI juga akan memanggil para saksi dan terlapor.
Sedangkan gelar perkara akan kembali dilakukan untuk memastikan siapa yang paling tepat menurut hukum dimintakan pertanggungjawaban atas peristiwa pidana ini sebagai tersangka.
Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan DJKI Kemenkumham Ronald Lumbuun menuturkan, bahwa pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2.
Sebab berdasarkan UU 20/2016 ayat 1 tersebut, tersangka pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
“Sementara jika ayat 2 yang terbukti di pengadilan maka tersangka akan diancaman hukuman 4 tahun penjara dan atau denda Rp 2 miliar,” tuturnya.
“Namun demikian apabila yang terbukti adalah pasal 102 UU Merek dan Indikasi geografis, maka ancaman hukumannya adalah 1 tahun penjara dan atau Rp200 juta,” katanya.
Namun sesungguhnya, jelas Ronald Lumbuun, essensi dari Penindakan terhadap dugaan pelanggaran Merek yang telah dilakukan hari ini dan beberapa penindakan sebelumnya adalah untuk memberi efek jera kepada para pelaku, pedagang maupun pengguna merek tiruan.
“Penindakan ini juga sekaligus menunjukan wujud konkrit dari komitmen DJKI untuk hadir dalam memberikan perlindungan hukum kepada setiap pemegang Hak Kekayaan Intelektual terdaftar, termasuk namun tidak terbatas pada Hak Merek saja tetapi juga Paten, Hak Cipta, Desain Industri dan lain sebagainya.” pungkasnya. (*/red)
#Haki, #Merek, #DJKI Kemenkumham, #Ronald Lumbuun, #Ramdansyah,
"Sosialisasi sudah, jadi sudah pada tempatnya kalau sekarang DJKI Kemenkumham melakukan penindakan atas pelanggaran merek," katanya saat dihubungi redaksi, Kamis (19/3/2020).
Ramdansyah menjelaskan dengan razia akan timbul efek jera (deterrent effect) kepada para pelaku, pedagang maupun pengguna merek tiruan.
"Sosialisasi itu memang perlu ada tindak lanjutnya, agar timbul kesadaran untuk tidak lagi menggunakan merek tiruan," katanya.
Ramdansyah menjelaskan, pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2.
Sebab berdasarkan UU 20/2016 ayat 1 tersebut, tersangka pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
Sebagaimana diketahui, Selasa 17 Maret 2020 DJKI Kemenkumham melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa melakukan razia pelanggaran merek di unit pertokoan Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat.
Tim yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa datang dan menggeledah toko yang diduga telah melanggar merek ALHARAMAIN-VIET.
“Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan telah melakukan penindakan terhadap beberapa lokasi toko di wilayah Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, sehubungan dengan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana merek,” kata Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan DJKI Kemenkumham Dr. Ronald Lumbuun.
Sebagai barang bukti PPNS DJKI Kemenkumham, menyita sejumlah baju gamis atau baju muslim, buku keuangan, nota pembelian, kartu nama dan label baju merek toko, dan tas belanja.
PPNS sudah memastikan bahwa penindakan ini telah memenuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ronald Lumbuun mengungkapkan, penindakan pelanggaran merek dilakukan setelah adanya pengaduan dari pemilik hak merek kepada DJKI pada Agustus 2019.
“Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku dan SOP pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, maka sebelum dilakukannya penindakan ini telah terlebih dahulu dilakukan beberapa giat, yaitu: setelah menerima pengaduan dari pemegang hak merek, maka kami meminta keterangan terhadap ahli dan pelapor” ungkapnya.
Disamping itu PPNS DJKI juga sudah melakukan penyelidikan. Ronald Lumbuun menjelaskan untuk melihat bahwa peristiwa tersebut dapat dilanjutkan, diproses sesuai hukum acara yang berlaku.
Kemudian setelah itu, PPNS menggelar forum gelar perkara menyimpulkan bahwa pengaduan atas hak merek tersebut layak ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Selanjutnya, PPNS DJKI juga akan memanggil para saksi dan terlapor.
Sedangkan gelar perkara akan kembali dilakukan untuk memastikan siapa yang paling tepat menurut hukum dimintakan pertanggungjawaban atas peristiwa pidana ini sebagai tersangka.
Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan DJKI Kemenkumham Ronald Lumbuun menuturkan, bahwa pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2.
Sebab berdasarkan UU 20/2016 ayat 1 tersebut, tersangka pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
“Sementara jika ayat 2 yang terbukti di pengadilan maka tersangka akan diancaman hukuman 4 tahun penjara dan atau denda Rp 2 miliar,” tuturnya.
“Namun demikian apabila yang terbukti adalah pasal 102 UU Merek dan Indikasi geografis, maka ancaman hukumannya adalah 1 tahun penjara dan atau Rp200 juta,” katanya.
Namun sesungguhnya, jelas Ronald Lumbuun, essensi dari Penindakan terhadap dugaan pelanggaran Merek yang telah dilakukan hari ini dan beberapa penindakan sebelumnya adalah untuk memberi efek jera kepada para pelaku, pedagang maupun pengguna merek tiruan.
“Penindakan ini juga sekaligus menunjukan wujud konkrit dari komitmen DJKI untuk hadir dalam memberikan perlindungan hukum kepada setiap pemegang Hak Kekayaan Intelektual terdaftar, termasuk namun tidak terbatas pada Hak Merek saja tetapi juga Paten, Hak Cipta, Desain Industri dan lain sebagainya.” pungkasnya. (*/red)
#Haki, #Merek, #DJKI Kemenkumham, #Ronald Lumbuun, #Ramdansyah,